investing.com – 14/12/2024
Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan kebutuhan kemandirian energi, Sistem Pertanian Terpadu Pangan dan Energi muncul sebagai solusi strategis. Konsep ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan kritis, mengubahnya menjadi lahan produktif berbasis ekonomi kerakyatan, sekaligus mendukung target Net Zero Emission. Visi ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2024, yang menekankan pentingnya ketahanan pangan dan kemandirian energi nasional.
Pembangunan sektor pertanian di masa depan memerlukan pendekatan multidimensi yang holistik. Salah satu langkah strategis yang kini terus dikembangkan adalah penerapan konsep Sistem Pertanian Bioindustri terpadu pangan dan energi. Konsep ini mengintegrasikan produksi pangan, pengelolaan limbah, dan pengembangan energi terbarukan berbasis biomassa. Jepang telah menjadi pelopor dalam penerapan sistem ini, khususnya di Prefektur Saga dan Kota Oki, Fukuoka. Di wilayah tersebut, limbah pertanian dan domestik diolah menjadi produk bernilai tambah, seperti pupuk, biogas, dan material konstruksi. Pengalaman langsung penulis saat mengunjungi kawasan pertanian dan fasilitas pengelolaan biomassa di wilayah tersebut membuktikan efektivitas model ini. Pendekatan ini memiliki potensi besar untuk diadaptasi di Indonesia guna mendukung keberlanjutan sektor pertanian nasional.
Implementasi Sistem Bioindustri
Sistem Pertanian Terpadu Pangan dan Energi adalah solusi inovatif yang mengintegrasikan produksi pangan, pengelolaan biomassa, dan energi terbarukan. Konsep ini bertujuan meningkatkan produktivitas lahan, menciptakan ekosistem ekonomi sirkular, serta mendorong transisi energi bersih berbasis biomassa. Dengan dukungan kebijakan strategis, kolaborasi lintas sektor, dan penguatan pasar kredit karbon, sistem ini dapat memperkuat ketahanan pangan, kemandirian energi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Indonesia memiliki potensi besar untuk mereplikasi konsep ini secara luas, mempercepat pencapaian target Net Zero Emission, dan berperan aktif dalam agenda energi bersih global.
Prefektur Saga dan Kota Oki di Jepang menjadi contoh nyata dari keberhasilan implementasi sistem bioindustri. Di Prefektur Saga, pengelolaan limbah pertanian difokuskan pada prinsip zero-waste dengan mengolah limbah menjadi biomassa. Biomassa ini kemudian diubah menjadi sumber energi terbarukan dan pupuk organik. Kota Oki, Fukuoka, telah berhasil mengelola limbah organik melalui proses digester anaerobik yang menghasilkan biogas, pupuk cair, dan air bersih. Metana dari biogas digunakan untuk menggerakkan generator listrik, sedangkan pupuk cair didistribusikan kepada petani sebagai pupuk organik. Selain itu, limbah padat diolah menjadi briket, paving block, dan kerajinan bernilai ekonomis.
Indonesia memiliki potensi besar untuk mereplikasi konsep ini, terutama dalam pengelolaan biomassa berbasis komunitas. PLN saat ini mulai memanfaatkan limbah pertanian seperti sekam padi, bonggol jagung, dan limbah karet sebagai biomassa pengganti batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) melalui program co-firing. Model ini berhasil menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan petani, dan memperkuat ekonomi desa. Di Gunung Kidul, pengelolaan lahan kritis menghasilkan manfaat ekonomi sebesar Rp1,5 miliar per tahun, sedangkan di Cilacap, nilai ekonominya mencapai Rp15,6 miliar per tahun. Dampak sosial yang dihasilkan meliputi penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan petani, serta pengurangan kemiskinan di wilayah pedesaan.
Pengembangan Pertanian Terpadu
Sistem Pertanian Terpadu Tanaman Energi mengadopsi pendekatan tumpang sari, di mana tanaman pangan, tanaman energi, dan ternak dikelola secara terpadu. Daun tanaman digunakan sebagai pakan ternak, batang tanaman diolah menjadi biomassa, dan hasil pertanian lainnya dimanfaatkan untuk konsumsi atau dijual. Limbah dari pembakaran biomassa, seperti fly ash dan bottom ash (FABA), diolah menjadi pupuk organik, sehingga menciptakan sistem ekonomi sirkular yang berkelanjutan.
Penggunaan teknologi canggih menjadi faktor kunci keberhasilan sistem pertanian terpadu. Teknologi pengolahan limbah, seperti pirolisis, gasifikasi, dan konversi termal, memungkinkan produksi biochar, bio-oil, dan gas sintetis. Biochar digunakan sebagai bahan penguat kesuburan tanah, bio-oil sebagai bahan bakar alternatif, dan gas sintetis sebagai pengganti bahan bakar fosil. Proses ini menciptakan nilai tambah dari limbah pertanian yang sebelumnya tidak dimanfaatkan.
Strategi pengembangan sistem ini bertumpu pada tiga pilar utama. Pilar pertama adalah penguatan kapasitas masyarakat melalui pelatihan teknologi pengelolaan biomassa kepada petani dan masyarakat pedesaan. Pilar kedua adalah pengembangan kebijakan berbasis bukti, seperti pemberian insentif fiskal dan dukungan pembiayaan proyek biomassa. Pilar ketiga adalah penguatan ekosistem pasar kredit karbon, di mana masyarakat lokal dapat menjual kredit karbon dari proyek biomassa. Skema ini memberikan manfaat ekonomi tambahan dan mendorong pengelolaan biomassa secara berkelanjutan.
Tantangan dan Solusi Implementasi
Meskipun prospeknya cerah, implementasi sistem bioindustri di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Biaya awal pembangunan infrastruktur pengolahan limbah serta biaya operasional yang signifikan menjadi hambatan utama. Sebagai perbandingan, biaya pembakaran sampah secara tradisional di Jepang mencapai 2 triliun yen per tahun, sementara metode daur ulang memerlukan investasi awal yang besar. Namun, Kota Oki telah menunjukkan bahwa tantangan ini dapat diatasi melalui pengalihan metode pembakaran ke pengelolaan berbasis daur ulang. Partisipasi masyarakat dalam pemilahan sampah serta insentif kepada petani untuk menggunakan pupuk organik menjadi kunci keberhasilan.
Distribusi limbah biomassa yang tersebar secara geografis membutuhkan sistem logistik yang efisien. Tanpa dukungan pembiayaan yang memadai, pengembangan biomassa dapat terhambat. Oleh karena itu, penguatan pasar kredit karbon dan kebijakan insentif menjadi solusi penting untuk mempercepat adopsi sistem ini di Indonesia.
Di Indonesia, sistem Pertanian Terpadu memiliki masa depan yang cerah. Dengan luas lahan kritis mencapai 12,7 juta hektar di Indonesia, program ini memiliki potensi besar untuk mempercepat swasembada pangan dan energi. Pemanfaatan biomassa sebagai pengganti batu bara di PLTU memungkinkan transisi menuju energi bersih. Kolaborasi lintas sektor dengan kementerian, swasta, dan masyarakat lokal menjadi kunci keberhasilan implementasi sistem ini.
Penguatan ekosistem pasar kredit karbon, transfer teknologi melalui kolaborasi regional seperti ASEAN dan APEC, serta dukungan kebijakan strategis dari pemerintah akan mempercepat transisi energi bersih berbasis biomassa. Melalui penerapan sistem ini, Indonesia dapat meningkatkan ketahanan pangan, menciptakan kemandirian energi, dan memberdayakan masyarakat pedesaan secara berkelanjutan.
Artikel ini telah tayang di https://id.investing.com/analysis/sistem-pertanian-terpadu-pangan-dan-energi-200247157