Oleh-oleh Hari Pangan Sedunia: Panganan Lokal Lezat dan Kaya Gizi

Tribunnews.com – 05/11/2019

ANGIN sepoi melambai-lambai dari sudut-sudut desa di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Matahari mulai muncul dari permukaan ufuk barat menerangi Bumi Anoa.

Pagi itu, semua orang sibuk mempersiapkan hasil tani dan dekorasinya.

Mereka berduyun-duyun menuju beberapa lokasi kegiatan Hari Pangan Sedunia (HPS), salah satunya di pelataran Eks MTQ di Kota Kendari.

Di sana, kami menyaksikan bagaiman meriahnya Gelaran HPS ke-39. Tahun ini, Sultra memang dipilih menjadi tuan rumah HPS.

Pemilihan dilakukan atas pertimbangan potensi pangan yang besar seperti pusat komoditas kakao, cengkeh, jambu mete, lada, sagu dan jagung.

Bagi kami, Kota Kendari memang surganya hasil pertanian. Semua aneka pangan olahan berbasis produk pertanian lokal ada dan mudah didapatkan.

Olahan sagu dan jambu mete misalnya. Dua produk lokal ini mudah di jumpai di warung atau toko oleh-oleh sebagai panganan kembanggaan warga Kendari.

Terlebih, Masyarakat Sultra memang dikenal masih mengkonsumsi sagu, jagung dan ubi kayu.

Makanya, ajang nasional seperti HPS ini selalu dimanfaatkan warga Sultra untuk mempromosikan panganan lokal mereka. Salah satunya adalah Kasuami.

Kusuami adalah makanan yang dibuat masyarakat lokal dengan cara memarut ubi kayu dan singkong. Kemudian parutan tersebut dikukus dan diberi parutan kelapa mentah.

Selanjutnya kita bisa menyantap Kasuami ini dengan lauk ikan asin atau ikan bakar.

Namun dalam beberapa acara lokal, Kusuami biasanya dibentuk tumpeng kerucut berukuran sedang dengan berbagai hiasan dan ornamen sayuran.

Menurut kami, rasa Kusuami sangat gurih dan lezat. Terlebih saat disantap di siang dan malam hari.

Namun dalam beberapa acara lokal, Kusuami biasanya dibentuk tumpeng kerucut berukuran sedang dengan berbagai hiasan dan ornamen sayuran.

Menurut kami, rasa Kusuami sangat gurih dan lezat. Terlebih saat disantap di siang dan malam hari.Para nelayan biasanya menyiapkan Kusuami dengan jumlah yang cukup banyak.

Siang menjelang sore, kami mampir di sebuah warung di pinggir pantai Kendari. Seorang pelayan warung menyiapakan makanan pokok suku Tolaki, Sinonggi.

Jika dilihat dari permukaannya, Sinonggi sangat mirip dengan papeda dari Maluku. Tapi, teksturnya lebih lembut dan kenyal.

Tanpa menunggu lama, kami pun lahap menyantapnya.

Sama seperti Papeda, Sinonggi adalah makanan yang dibuat dari bahan dasar saripati sagu kental.

Bahan tersebut selanjutnya disiram dengan air panas hingga menggumpal berbentuk seperti lem kertas.

Setelah teraduk, makanan ini pun siap disajikan.

Saat itu, saya menyantapnya dengan tambahan ikan tenggiri asam pedas, sayur bening berisi daun katuk, terong kecil yang dibelah, kacang panjang dan jagung. Sangat nikmat.

Rasa dan aromanya sungguh menggugah selera.

Setelah kenyang, kami pun iseng mencari tahu tentang makanan khas ini. Rupanya, ada kandungan gizi tinggi yang baik untuk kesehatan dan vitalitas kita.

Dalam 100 gram sagu yang menjadi bahan Sinonggi menurut catatan, mengandung energi 355 kalori, 85,6 persen karbohidrat dan 5 persen serat.

Malam harinya, kami masih dihidangkan makanan khas Sultra, Kambose.

Malam harinya, kami masih dihidangkan makanan khas Sultra, Kambose.

Oh ya, semua panganan ini berbahan lokal dan sangat sesuai dikombinasikan dengan lauk pauk dan kondisi di Sulawesi Tenggara yang juga penghasil ikan laut segar.

Perlu kami sampaikan, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui berbagai programnya terus mengembangkan olahan pangan lokal sebagai penyeimbang konsumsi kita yang terlalu didominasi oleh beras.

Seperti yang disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, panganan lokal bisa dikembangkan oleh semua komunitas dan dapat didorong melalui pengembangan family farming.

Family farming dapat menghasilkan bahan pangan, sayur dan sumber protein yang murah dan mudah diproduksi sesuai potensi lokal.

Menurut Mentan, setiap keluarga bisa memenuhi kebutuhan pangannya dengan membangun pertanian keluarga seperti memanfaatkan lahan kosong dan pekarangan.

Dengan begitu, ketahanan pangan keluarga bisa meningkat dan mendukung gerakan yang lebih besar lagi yaitu optimalisasi lahan pertanian.

Buah Tangan Olahan Pangan Lokal

Sebelum pulang seusai bertugas dalam rangkaian kegiatan HPS, seperti biasa kami menyempatkan diri dan “berburu” oleh-oleh khas lokal.

Aneka penganan olahan sagu, cokelat dan jambu mete bisa dipilah dan dipilih di banyak etalasi toko-toko souvenir.Di sana, ada kue bagea dan aneka kue lain berbahan dasar sagu. Ada juga brownies bertabur kacang mete atau brownte. Kemudian ada cokelat mete, bolu kukus mete dan keripik mete.Jika kita suka bumbu masak, maka terasi khas Bombana jadi bahan oleh-oleh yang tidak boleh dilewatkan.


Buah Tangan Olahan Pangan Lokal

Sebelum pulang seusai bertugas dalam rangkaian kegiatan HPS, seperti biasa kami menyempatkan diri dan “berburu” oleh-oleh khas lokal. Aneka penganan olahan sagu, cokelat dan jambu mete bisa dipilah dan dipilih di banyak etalasi toko-toko souvenir.

Di sana, ada kue bagea dan aneka kue lain berbahan dasar sagu. Ada juga brownies bertabur kacang mete atau brownte. Kemudian ada cokelat mete, bolu kukus mete dan keripik mete.

Jika kita suka bumbu masak, maka terasi khas Bombana jadi bahan oleh-oleh yang tidak boleh dilewatkan.Dari sisi rasa dan gizi, jelas makanan lokal Sultra tak kalah dengan makanan daerah lainnya. Bahkan bisa kita jadikan alternatif hidangan nasional kita.



Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Oleh-oleh Hari Pangan Sedunia: Panganan Lokal Lezat dan Kaya Gizi, https://www.tribunnews.com/tribunners/2019/11/05/oleh-oleh-hari-pangan-sedunia-panganan-lokal-lezat-dan-kaya-gizi?page=4.

Editor: Dewi Agustina

Rate this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *